Studi Kasus Humas Sari Roti
Nama : Rasta Rahma Dewi
Npm :201423091
Di semester 6 ini saya mendapatkan mata kuliah Manajemen Kehumasan. Dan saya mendapatkan tugas untuk melihat sebuah kasus dan memberikan penyelesaian sesuai sudut pandang kehumasan. Hal tersebut dilakukan untuk memberikan pelajaran sesuai dengan jurusan yang saya ambil yaitu Humas. Untuk menyelesaikan tugas "Studi Kasus" ini saya memilih masalah yang menimpa Sari Roti saat aksi damai 212. Saya memilih masalah ini karena menarik saat rasa nasionalis disangkutpautkan dengan masalah agama. Saya mengutip artikel dari TribuneNews.com. Berikut adalah artikelnya:
Npm :201423091
Di semester 6 ini saya mendapatkan mata kuliah Manajemen Kehumasan. Dan saya mendapatkan tugas untuk melihat sebuah kasus dan memberikan penyelesaian sesuai sudut pandang kehumasan. Hal tersebut dilakukan untuk memberikan pelajaran sesuai dengan jurusan yang saya ambil yaitu Humas. Untuk menyelesaikan tugas "Studi Kasus" ini saya memilih masalah yang menimpa Sari Roti saat aksi damai 212. Saya memilih masalah ini karena menarik saat rasa nasionalis disangkutpautkan dengan masalah agama. Saya mengutip artikel dari TribuneNews.com. Berikut adalah artikelnya:
http://www.tribunnews.com/nasional/2016/12/06/foto-mereknya-saat-aksi-212-viral-pihak-sari-roti-keluarkan-pernyataan-resmi
1. Tahap pertama – Periode Krisis Prodromal
Suatu krisis besar biasanya bermula dari krisis
kecil sebagai pertanda atau gejala awal yang akan menjadi suatu krisis
sebenarnya yang bakal muncul di masa yang akan datang. Tahap ini disebut warning
stage karena ia memberi tanda bahaya mengenai simtom-simtom yang harus
segera diatasi.
Mengacu pada definisi krisis, tahap ini juga
merupakan bagian dari ‘titik balik’ (turning point). Manajemen yang
gagal menangkap sinyal akan membuat krisis memasuki tahap yang lebih serius,
yakni krisis akut. Oleh karen itu, tahap ini disebut juga sebagai tahap
prakrisis (precrisis). Tahap prodromal biasanya muncul dalam salah
satu dari tiga bentuk ini:
a) Jelas sekali. Gejala-gejala awal terlihat jelas. Misalnya ketika
karyawan datang ke manajemen untuk meminta kenaikan gaji, perbedaan pendapat di
antara direksi, kerusakan alat di pabrik (internal); selebaran gelap di
masyarakat (eksternal).
b) Samar-samar. Gejala yang muncul tampak samar-samar karena
sulit menginterpretasikan dan menduga luasnya suatu kejadian. Misalnya
deregulasi, munculnya pesaing baru, ucapan pembentuk opini kadang-kadang tidak
langsung terasa dampaknya pada perusahaan, namun dapat menjadi masalah besar di
kemudian hari.
c) Sama sekali tidak terlihat. Gejala-gejala krisis bisa tak
terlihat sama sekali. Misalnya kerugian yang dialami salah satu produk atau
salah satu lini yang dirasakan wajar oleh sebuah perusahaan. Namun yang
terpikirkan oleh perusahaan tersebut adalah seberapa jauh kerugian itu dapat
menjadi kanibal seperti kasus Bank Summa yang menelan saham keluarga
Suryadjaya pada PT. Astra Internasional.
Meskipun krisis pada tahap ini sangat ringan,
pemecahan dini secara tuntas sangat penting karena masalahnya masih mudah
ditangani dan belum menimbulkan komplikasi.
2. Tahap kedua – Periode Krisis Akut
Bila prakrisis tidak terdeteksi dan tidak
segera diambil tindakan yang tepat, maka akan timbul masalah yang lebih fatal.
Di tahap ini orang mengatakan “telah terjadi krisis”. Meski bukan di sini awal
mulanya krisis, orang menganggap suatu krisis dimulai di sini karena gejala
yang samar-samar atau sama sekali tidak jelas tadi mulai terlihat jelas.
Contoh kasus krisis pusat reaktor nuklir Three
Mile Island di Pennsylvania, AS. Pers menyebut krisis mulai muncul tanggal
28 Maret 1979 ketika reaktor tersebut mengalami kebocoran yang menimbulkan efek
radiasi. Tetapi sebenarnya krisis sudah muncul 13 bulan sebelumnya ketika para
karyawan menemukan kebocoran kecil yang dapat diatasi saat itu. Tanggal di atas
adalah ketika krisis sudah memasuki tahap akut.
Tahap ini sering disebut the point of no
return. Artinya, jika sinyal-sinyal yang muncul pada tahap prodromal tidak
digubris, maka ia akan masuk ke tahap akut dan tidak bisa kembali lagi.
Kerusakan sudah mulai bermunculan, reaksi mulai berdatangan, issue
menyebar luas.
Salah satu kesulitan besar dalam menghadapi
krisis pada tahap akut adalah intensitas dan kecepatan serangan yang akan
datang dari berbagai pihak yang menyertai tahap ini. Kecepatan ditentukan oleh
jenis krisis yang menimpa perusahaan, sedangkan intensitas ditentukan oleh
kompleksnya permasalahan.
Tahap akut adalah tahap antara, yang paling
pendek waktunya dibanding dengan tahap-tahap lainnya, tetapi merupakan masa
yang cukup menegangkan dan paling melelahkan bagi tim yang menangani masalah
krisis tersebut. Bila ia lewat, maka umumnya akan segera memasuki tahap kronis.
3. Tahap ketiga – Periode Krisis Kronis
Berakhirnya tahap akut dinyatakan dengan
langkah-langkah pembersihan sehingga tahap ini juga sering disebut sebagai fase
pembersihan. Peristiwa pun sudah diberitakan dengan jelas di media massa.
Tahap ini juga merupakan
masa pemulihan citra dan upaya meraih kembali kepercayaan dari masyarakat, di
samping juga merupakan masa untuk mengadakan “introspeksi” ke dalam dan keluar
mengapa peristiwa tersebut bisa terjadi (recovery & self analysis).
Masa ini berlangsung cukup
panjang, tergantung pada jenis dan bentuk krisisnya. Namun diharapkan seorang crisis
manager dapat memperpendek tahap ini karena semua orang yang terlibat
sudah letih dan pers mulai bosan memberitakan kasus tersebut.
Masa ini juga sangat menentukan berhasil atau
tidaknya perusahaan melewati masa krisis: keguncangan manajemen dan
kebangkrutan perusahaan atau kepulihan manajemen dan perusahaan seperti sedia
kala. Contohnya adalah Bank Duta. Begitu selesai mengatasi masa krisis,
perbaikan struktur manajemen atau organisasi, rekapitalisasi dan operasinya,
bank tersebut tumbuh dan berhasil pulih kembali dalam khazanah dunia perbankan.
4. Tahap keempat – Periode Resolusi Krisis
Merupakan tahap penyembuhan (pulih kembali).
Perusahaan yang terkena krisis dapat bangkit kembali setelah melalui proses dan
pemulihan sistem produksi, pelayanan jasa, strukturalisasi manajemen,
rekapitalisasi dan operasinya. Setelah itu baru memikirkan pemulihan citra
tahap berikutnya untuk mengangkat nama perusahaan di mata khalayaknya dan
masyarakat luas.
Tahap krisis yang dilalui oleh perusahaan Sari Roti adalah tahap periode krisis akut
karena saat pihak perusahaan memberikan klarifikasi hal tersebut malah memunculkan krisis dalam perusahaan. Klarifikasi tersebut memancing kemarahan netizen, karena pada saat klarifikasi dikeluarkan tingkat emosi netizen sedang tidak stabil dikarenakan oleh keadaan politik yang kurang kondusif. Terlebih klarifikasi yang dikeluarkan berkaitan dengan aksi yang sedang terjadi saat itu membuat Sari Roti di boikot oleh netizen. Pemboikotan yang dilakukan oleh masyarakat ini membuat Sari Roti mengalami kerugian yang sangat fantastis.
Setelah krisis yang terjadi ini pihak Sari Roti melakukan perbaikan dengan merubah kemasan (rebranding), pemulihan nama baik yang dilakukan oleh pihak Sari Roti merupakan Tahap Krisis Akut. Tahap ini dilakukan saat pers mulai letih untuk memberitakan kasus tersebut. dan langkah yang dipihak Sari Roti yaitu dengan bungkam dan tidak melakukan klarifikasi lagi, namun mereka me rebranding prodak yang mereka buat.
Kesimpulan dan Saran : tindakan yang dilakukan oleh pihak Sari Roti adalah kesalahan yang sangat fatal bagi perusahaan. Setelah tindakan tersebut banyak masyarakat yang langsung memboikot prodak yang dikeluarkan Sari Roti dan menimbulkan kerugian yang sangat besar Seharusnya pihak Sari Roti tidak harus mengklarifikasi apapun, jika mereka tidak merasa bersangkutan dengan aksi tersebut. Namun saya juga merasa tiindakan rebranding yang dilakukan pihak Sari Roti sangat baik karena mereka tidak lagi menggunakan klarifikasi lagi namun memperbaiki dengan mengeluarkan kemasan prodak yang baru.
solusinya mana?
BalasHapusPeran humas dalam menyelesaikan masalah itu apa?
BalasHapus